Brodi's Blog

Thursday, October 23, 2025

Menutup Lebaran dengan Ibadah: Pesona Umroh Syawal yang Penuh Berkah

Di tengah gema takbir yang menggema dari masjid ke masjid, suasana Lebaran di Indonesia terasa begitu hidup. Jalanan ramai oleh para pemudik, anak-anak berlarian dengan baju baru, dan meja makan dipenuhi hidangan khas seperti ketupat, rendang, dan opor ayam. Namun di sudut sebuah rumah di Bandung, pasangan suami istri bernama Pak Hadi dan Bu Rina justru sedang menata koper — bukan untuk mudik, melainkan untuk umroh Syawal.

Bagi mereka, ini bukan sekadar perjalanan biasa, melainkan hadiah spiritual setelah sebulan penuh berpuasa dan beribadah di bulan Ramadhan. “Kami ingin menutup Ramadhan dengan langkah menuju Tanah Suci,” ujar Pak Hadi sambil tersenyum. “Semoga ibadah ini menjadi penyempurna dari apa yang kami perjuangkan selama bulan suci.”

Keindahan dan Keutamaan Umroh di Bulan Syawal

Bulan Syawal dikenal sebagai bulan yang istimewa. Ia datang setelah Ramadhan, membawa semangat baru bagi umat Islam untuk meningkatkan amal dan ketakwaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Umrah di bulan Ramadhan sebanding dengan haji bersamaku." (HR. Bukhari dan Muslim)

Meski hadis ini menyebut Ramadhan, para ulama menjelaskan bahwa umroh Syawal tetap memiliki nilai spiritual tinggi. Bulan ini termasuk dalam asyhurul hajj (bulan-bulan haji), yang berarti jamaah yang berumroh pada waktu ini mendapatkan kesempatan untuk merasakan suasana Tanah Suci menjelang musim haji — lebih tenang, lebih khusyuk, dan penuh keberkahan.

Bu Rina menuturkan, “Begitu sampai di Masjidil Haram, rasanya seperti dibawa kembali ke suasana malam-malam Ramadhan. Suasana masih penuh doa, tangisan, dan harapan.”

Lebaran di Indonesia: Meriah dan Penuh Cinta

Lebaran di tanah air memang memiliki daya magis tersendiri. Momen itu selalu penuh kehangatan, tawa, dan aroma masakan yang menggoda. Setiap orang saling berkunjung, meminta maaf, dan mempererat tali silaturahmi. Namun, bagi sebagian orang seperti Pak Hadi, Lebaran juga menjadi saat refleksi.

“Setelah Ramadhan, kita sering terlena dengan euforia Lebaran. Tapi saya ingin menjadikan Syawal ini bukan hanya tentang silaturahmi, tapi juga perjalanan ruhani,” ujarnya.

Sebelum berangkat, keluarga dan tetangga berkumpul melepas kepergian mereka. Ada pelukan hangat, air mata, dan doa. “Titip doa di depan Ka’bah ya, Bi!” seru keponakannya. Momen itu membuat suasana Lebaran mereka berbeda — lebih emosional, karena diselimuti niat suci untuk mendekatkan diri kepada Allah سبحانه وتعالى.

Lebaran di Saudi: Sederhana Tapi Menyentuh

Sesampainya di Arab Saudi, mereka merasakan kontras yang menenangkan. Di Mekkah, Idul Fitri disambut dengan khusyuk. Takbir bergema lembut dari Masjidil Haram, dan jamaah salat Id datang dari berbagai negara, berpakaian putih bersih tanpa hiasan mewah.

Tak ada kembang api, tak ada pesta. Setelah salat, warga Saudi biasanya sarapan ringan bersama keluarga, lalu melanjutkan zikir atau membaca Al-Qur’an. Suasananya damai dan penuh ketenangan.

“Di Indonesia, Lebaran dirayakan dengan ramai. Tapi di sini, Lebaran dirayakan dalam keheningan. Rasanya justru lebih menyentuh,” kata Bu Rina.

Syawal: Bulan Peningkatan Iman dan Amal

Secara makna, “Syawal” berasal dari kata syala yang berarti “meningkat”. Ini menjadi simbol bahwa setelah Ramadhan, umat Islam harus naik tingkat dalam hal ibadah dan ketakwaan. Melaksanakan umroh Syawal menjadi wujud nyata semangat peningkatan itu.

Pak Hadi mengingat, “Setelah sebulan menahan diri dari hawa nafsu, melangkah ke Tanah Suci di bulan Syawal terasa seperti menyempurnakan perjalanan spiritual Ramadhan.”

Setiap putaran thawaf dan setiap langkah menuju Sa’i terasa istimewa. “Saya tidak lagi sekadar berdoa untuk rezeki atau kesehatan,” ujar Bu Rina, “tapi saya berdoa agar Allah سبحانه وتعالى menjaga niat kami untuk terus istiqamah setelah Ramadhan.”

Perbedaan Suasana Tapi Satu Makna

Yang menarik, baik Lebaran di Indonesia maupun di Tanah Suci sama-sama membawa makna kebersamaan dan syukur — hanya dalam bentuk yang berbeda. Di Indonesia, kebahagiaan dirasakan lewat pelukan keluarga dan hidangan khas. Di Mekkah, kebahagiaan itu hadir melalui doa, air mata, dan rasa damai yang menenangkan.

Bu Rina mengaku sempat rindu suasana rumah saat berada di Mekkah. Namun rasa rindu itu terbayar saat ia berdiri di depan Ka’bah, mengangkat tangan dan memohon ampunan. “Di sini, semua doa terasa dekat. Saya merasa benar-benar kembali ke titik nol.”

Umroh Syawal: Momentum Spiritualitas yang Tak Tergantikan

Setelah kembali ke tanah air, pasangan ini merasa perubahan besar dalam diri mereka. Hidup terasa lebih ringan, dan ibadah terasa lebih bermakna. Mereka mulai lebih sering membaca Al-Qur’an, menjaga salat malam, dan bersyukur untuk hal-hal kecil.

Pak Hadi berkata, “Umroh Syawal mengajarkan kami arti peningkatan yang sebenarnya — bukan hanya di sisi harta, tapi juga hati.”

Kini, setiap Syawal tiba, mereka tidak hanya mengingat ketupat atau kue nastar, tapi juga momen thawaf di bawah langit Mekkah. “Syawal bukan sekadar bulan kemenangan,” kata Bu Rina sambil tersenyum, “tapi bulan yang mengingatkan kita untuk terus memperbaiki diri.”

Bagi siapa pun yang ingin merasakan pengalaman spiritual mendalam dan ketenangan setelah Ramadhan, tidak ada waktu yang lebih tepat selain merencanakan umroh syawal maret 2026. Karena di balik setiap langkah menuju Tanah Suci, selalu ada doa yang menanti untuk diijabah, dan hati yang siap disucikan kembali.

Comments